Kendari, Tajukinfo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kejanggalan atau ketidakwajaran atas meninggalnya Fahrun dalam ruang tahnan BNN Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin 27 Oktober 2025.
Dalam rapat tersebut, pimpin langsung Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, La Ode Azhar dan didampingi sejumlah anggota dewan. Hadir juga pihak BNN Provinsi Sulawesi Tenggara, pihak kepolisian, Keluarga dan istri korban serta Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia yang selaku mengadukan hal tersebut di DPRD Kota Kendari.
Pihak keluarga menyampaikan sejumlah kejanggalan terkait kematian Fahrun, yang dinilai tidak wajar. Mereka mempertanyakan beberapa hal utama, Prosedur operasional standar (SOP) penanganan tahanan di BNNP Sultra, Kondisi CCTV yang disebut mati saat kejadian, Penyebab dan kejanggalan kematian korban di dalam sel.
Ketua Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI), Andrianto, menilai pihak BNNP Sultra harus memberikan penjelasan terbuka dan transparan atas meninggalnya Fahrun.
“Kami meminta pihak BNNP Sultra memberikan jawaban yang jelas terkait kematian almarhum Fahrun di dalam sel pada pukul 8 malam. Yang jadi pertanyaan besar, kenapa saat kejadian tidak ada konfirmasi kepada pihak keluarga? Ada selang waktu cukup panjang yang menimbulkan kecurigaan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap tahanan. Menurutnya, SOP pengawasan dan perawatan di BNNP Sultra seharusnya berjalan ketat, termasuk fungsi CCTV 24 jam di area tahanan.
“Kami melihat ada pembengkakan di bagian belakang pundak almarhum dan bekas ikatan di pergelangan tangan. Dari pengamatan kami, tali yang mengikat korban seolah dikerjakan lebih dari satu orang. Ini menimbulkan dugaan adanya kejanggalan dan kemungkinan konspirasi,” tambah Andrianto.
Semnentara Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, La Ode Azhar, menegaskan bahwa pihaknya sejak awal tidak bermaksud memperbesar kasus ini di media. Namun setelah melihat langsung foto dan bukti kondisi jasad korban, pihak keluarga dan dewan menemukan hal-hal yang dinilai tidak masuk akal.
“Awalnya kami hanya ingin tahu proses meninggalnya. Tapi setelah melihat bukti-bukti, kami menemukan banyak kejanggalan. Kalau memang bunuh diri, kenapa bekas jeratan justru berada di tengah leher? Ini sangat tidak logis,” tegas Azhar.
Selain itu, DPRD juga menemukan perbedaan keterangan mencolok antara pihak BNNP Sultra dan keluarga korban. Menurut penyidik BNNP, mereka telah berkomunikasi dengan pihak keluarga, namun keluarga membantah keras hal itu.
“Keterangan kedua pihak saling bertolak belakang. Ini menandakan adanya ambiguitas dalam penanganan kasus di tubuh BNNP Sultra. Keluarga yakin ada sesuatu yang disembunyikan,” tambahnya.
Keanehan lain muncul dari benda yang disebut-sebut digunakan korban untuk bunuh diri sehelai celana jeans. Menurut Azhar, hal itu tidak masuk akal secara logika maupun fisik.
“Masa iya gantung diri pakai celana jeans? Seberapa kuat sih bahan jeans bisa menjerat leher sampai meninggal? Dari situ saja sudah jelas ada yang janggal,” ujarnya.
Azhar bahkan mengungkapkan dugaan kuat bahwa korban tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Hal ini diperkuat oleh hasil visum yang menunjukkan tangan korban dalam keadaan terikat.
“Kalau dia gantung diri, bagaimana mungkin dalam waktu bersamaan bisa mengikat tangannya sendiri? Itu mustahil. Saya sendiri menyaksikan langsung proses visum tersebut,” beber Azhar.
Selain kejanggalan pada kondisi korban, DPRD juga menyoroti CCTV di kantor BNNP Sultra yang ternyata sudah tidak berfungsi selama satu tahun. Padahal, menurut pengakuan pihak BNNP sendiri, CCTV merupakan alat penting untuk pengawasan tahanan.
“Kok bisa CCTV di BNNP dibiarkan mati selama setahun? Jawaban mereka justru mengindikasikan ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” sindir Azhar.
Atas berbagai temuan tersebut, DPRD Kendari mengeluarkan rekomendasi resmi agar BNNP Sultra bertanggung jawab penuh atas keselamatan tahanan dan mengawal kasus ini hingga tuntas secara hukum.

DPRD juga berencana meminta gelar perkara untuk mengungkap kebenaran di balik kematian Fahrun yang kini telah mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di Sulawesi Tenggara.
“Makanya kasus ini bersama keluarga korban akan mengawal kasus ini sampai selesai. Kasus ini kita kawal bersama, sehingga tabir atas meninggalnya almarhum Fahrun bisa terungkap,” tutupnya.
Pihak BNNP Sultra melalui Kepala Bidang Pemberantasan dan Intelejen Kombes Pol Alam Kusuma S. Irawan
mengatakan terkait penyampaian keluarga adanya beberapa kejangalan itu hak mereka.
“Yang jelas sementara dugaan kami bunuh diri dengan dasar gantung diri, karena dilihat kasat mata dan tanda-tanda cairan keluar dari kemaluan waktu dilihat pertama,” jelasnya.
Ia menambahkan, kalau memang dugaan kematian Almarhum itu dibunuh dan yang melakukan itu harus bertanggungjawab entah itu dari luar BNN maupun di BNN sendiri.
“Makanya sama sama kita dorong itu. Dan kalau ada anggota kami yang melakukan maka kita tindak tegas sesuai dengan prosedur yang ada di BNN,” tutupnya.
















